Oknum Wartawan Nakal Rugikan Profesi, Ada yang Plagiat hingga Memeras Pejabat
- Redaksi
- Selasa, 17 Juni 2025 14:09
- 49 Lihat
- Berita Umum

Jakarta , Media Budaya Indonesia.Com – Profesi wartawan adalah ujung tombak penyampaian informasi yang benar, adil, dan berpihak pada kepentingan publik. Namun belakangan ini, sejumlah oknum justru mencoreng nama baik jurnalisme dengan perilaku tidak etis, mulai dari plagiarisme hingga pemerasan.
Fenomena ini membuat banyak pihak khawatir. Masyarakat pun diminta lebih waspada dan tidak mudah percaya pada setiap orang yang mengaku sebagai wartawan.
Tak sedikit oknum bermodal Kartu Tanda Anggota (KTA) dari organisasi tak jelas dan media abal-abal menyusup ke kantor pejabat maupun pelaku usaha. Alih-alih melakukan peliputan, mereka justru melakukan tekanan atau ancaman.
" Kami pernah didatangi seseorang yang mengaku wartawan. Ia minta uang agar berita buruk soal instansi kami tidak naik,” ujar seorang pejabat daerah yang enggan disebutkan namanya.
Modus seperti ini marak, apalagi karena sistem pengawasan dan verifikasi media belum sepenuhnya ketat. Dengan berbekal situs berita seadanya, siapa pun bisa terlihat “resmi”, padahal tidak terdaftar di Dewan Pers.
Plagiat atau pencurian karya juga menjadi masalah serius. Ahmad Rahmansyah, jurnalis muda dari media Indonesia Global, menjadi korban.
Karya aslinya yang berjudul “Beda Suara Soal Gudang Oli Bekas di Marunda…” dicatut oleh seseorang yang mengaku wartawan dari media lokal. Berita itu dipublikasikan ulang tanpa izin dan tanpa menyebut sumber.
" Ini bukan hanya soal pencurian karya, tapi juga soal moral dan integritas. Mereka menambahkan narasi tidak benar yang bisa merusak reputasi,” kata Ahmad pada Selasa (17/6/2025).
Dewan Pers sudah jelas menyatakan bahwa wartawan wajib:
Tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap (Pasal 6 Kode Etik Jurnalistik).
Memberikan ruang hak jawab dan koreksi kepada narasumber (Pasal 11).
Jika wartawan justru menjadi alat pemerasan atau menyebarkan informasi bohong, maka mereka sudah bukan lagi jurnalis sejati. Mereka adalah pelanggar etik dan hukum.
Oknum yang melakukan tindakan seperti itu dapat dijerat dengan berbagai aturan hukum, antara lain:
1. Undang-Undang Pers No. 40 Tahun 1999
Wartawan wajib menaati Kode Etik Jurnalistik.
Media yang tidak terverifikasi bisa dicabut legalitasnya oleh Dewan Pers.
2. UU ITE No. 19 Tahun 2016
Untuk kasus penyebaran berita bohong atau pencemaran nama baik di media digital.
Ancaman: hingga 6 tahun penjara.
3. KUHP Pasal 368
Untuk tindakan pemerasan.
Ancaman: 9 tahun penjara.
4. UU Hak Cipta No. 28 Tahun 2014
Untuk kasus plagiarisme karya jurnalistik.
Ancaman: 4 tahun penjara dan denda hingga Rp1 miliar.
Untuk mencegah maraknya kasus seperti ini, masyarakat perlu:
* Memeriksa legalitas media dan wartawan di situs resmi Dewan Pers.Tidak melayani permintaan kerja sama yang disertai ancaman atau tekanan.
* Laporkan oknum mencurigakan kepada pihak berwajib atau Dewan Pers.
* Tingkatkan literasi media, terutama di lingkungan birokrasi dan swasta.
Jurnalisme sejati adalah tentang kejujuran, integritas, dan keberpihakan pada kebenaran. Wartawan yang benar tidak memeras. Mereka menyampaikan informasi yang berimbang, memverifikasi data, dan memberi ruang pada semua pihak.
Masyarakat pun berhak mendapatkan informasi yang bisa dipercaya. Untuk itu, jangan ragu menolak dan melaporkan oknum wartawan yang menyalahgunakan profesi.
(NK)